, Nur Arifta (2021) Cara Pemberian Nafkah Lahir Yang Berstatus Narapidana Kepada Isteri (Studi Kasus di Lapas Kelas IIA Magelang). [UNSPECIFIED]
Text
NUR ANIFTA.pdf Download (2MB) |
Abstract
Kata Kunci : Cara pemberian Nafkah Suami, Narapidana, Hukum Keluarga Islam Skripsi ini menggambarkan dan menganalisa pelaksanaan kewajiban nafkah yang berstatus narapidana di Lembaga Kemasyarakatan Kelas IIA Magelang. Tujuannya untuk mengetahui dan menggambarkan pelaksanaan kewajiban nafkah suami yang berstatus narapidana dan bagaimana tinjauan hukum islam. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field research), untuk mendapatkan data-data dari permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah melalui wawancara dan dokumentasi. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian yang penulis temukan bahwa pelaksanaan nafkah suami berstatus narapidana di Lembaga Kemasyarakatan Kelas IIA Magelang terdapat dua pengelompokan yaitu, Pertama terpenuhi, dengan alasan narapidana menafkahi istrinya dengan pendapatan yang dihasilkan dari usaha toko kelontong yang dijalankan dan dikelola oleh istri, selain itu ada juga narapidana yang menafkahi istrinya menggunakan tunjangan pensiunan PNS. Kedua, belum terpenuhi, hal ini didasari dengan adanya pemberian dari kerabat suami, dan sang istri harus bekerja di pabrik. karena suami tidak mampu menafkahi istrinya hingga akhirnya pasangan suami istri tersebut bercerai. Kewajiban nafkah suami yang tengah menjalani masa pemidanaan tidak bertentangan dengan hukum islam, walaupun disatu sisi tetap berstatus sebagai seorang kepala keluarga yang memiliki kewajiban yang harus ditunaikan. Islam memandang hal itu dengan 3 ketetapan hukum, yaitu, kewajiban nafkah tetap, kewajiban nafkah menjadi hutang, dan kewajiban nafkah menjadi gugur. Seperti analisa penulis, status narapidana seorang suami menjadikan penghalang bagi pemenuhan nafkah, sehingga kewajibannya terhutang, yang suatu saat harus dilunasi. Artinya kewajban nafkah itu tetap dan tidak gugur. Akan tetapi hal itu kembali lagi kepada sikap kerelaan istri, karena islam menentukan ketetapan nafkahnya berdasarkan hal yang ma’ruf yang biasa diberikan seorang suami kepada istrinya dan disesuaikan dengan keadaan kedua belah pihak dan tidak memberatkan bagi suami dan isteri.
Item Type: | UNSPECIFIED |
---|---|
Subjects: | Agama > Fiqih (Hukum Islam) |
Divisions: | Fakultas Syariah > Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah) |
Depositing User: | Unnamed user with email bimoharyosetyoko@iainsalatiga.ac.id |
Date Deposited: | 10 Feb 2021 21:54 |
Last Modified: | 11 Feb 2021 02:51 |
URI: | http://e-repository.perpus.uinsalatiga.ac.id/id/eprint/10212 |
Actions (login required)
View Item |