Alam Terkembang Menjadi Guru: Memotret Fenomena Lingkungan Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup

Maslikhah, (2023) Alam Terkembang Menjadi Guru: Memotret Fenomena Lingkungan Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup. UNSPECIFIED.

[img] Text
ALAM TERKEMBANG MJD GURU.pdf

Download (3MB)
[img] Text
HKI. Alam terkembang.pdf

Download (115kB)

Abstract

Aku titikkan air mataku untuk sampaikan syukurku yang dalam, tiada berbatas dan tiada berbilang kepada-MU wahai Dzat yang Maha Agung. Terimalah sholawat dan salamku untuk Nabi Muhammad Saw, Nabi kekasih-Mu, semoga aku diterima menjadi umatnya dan diperkenankan untuk mengunjugi pusaranya kembali, amiin Amiin ya robaal alamiin. Aku mengira di tengah kesibukan untuk mengajar di STAIN Salatiga, berorganisasi di PSGK STAIN Salatiga, kuliah S3 di UNS, pengabdian masyarakat di Payaman Magelang, dan kesibukan membina kedua mata hati kami, Aisya Tsaaqiba Ashari dan Arava Izza Ashari, serta kegiatan Advance Certificate Course On Women Empowerment Through Technical And Vocational Education di India tidak akan terwujud buku ini, tapi itu semua karena Engkau membimbingku agar memiliki semangat yang kuat untuk menyusun buku ini, sehingga buku ini dapat dinikmati oleh masyarakat sebagai bukti pengabdianku genap berumur 44 tahun. Buku Alam Terkembang Menjadi Guru: Memotret Fenomena Lingkungan Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup terinspirasi dari novel dari A.A Navis yang berjudul Alam Terkembang menjadi Guru. Novel itu menggambarkan adat dan kebudayaan Minangkabau. Alam ranah Minang nan subur dan indah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakatnya. Alam subur yang terbentang luas menyediakan berbagai keperluan hidup sehari-hari masyarakat Minang. Tanah yang subur di ranah Minang menghasilkan makanan yang bervariasi. Gemericik air yang mengalir sepanjang tahun mengairi sawah ladang penduduk. Kedekatan masyarakat dengan alam membuka cakrawala untuk belajar dari alam secara mendalam. Masyarakat Minang cerdik membaca tanda-tanda alam, kapan saat bercocok tanam yang baik, kapan pergantian musim dan buah, dan kapan turun hujan rintik dan lebat. Ranah Minang masih terdengar suara monyet siamang bertalu-talu dari balik hutan di atas bukit. Masyarakat Minang mencermati tanda akan turun hujan deras. Banyak tanda-tanda alam lainnya yang dipahami dengan baik oleh masyarakat Minang. Seiring dengan berputarnya budaya masyarakat yang terus berkembang dapat dipelajari tanda-tanda alam, ketentuan-ketentuan alam. Pelajaran tentang alam diwujudkan dalam bentuk pepatah dan pantun dengan mengambil pelajaran dari alam sekitar, yang kemudian oleh orang Minang dinyatakan dalam ungkapan Alam terkembang menjadi guru. Berguru pada alam menjadikan manusia dapat memperlakukan alam dengan baik. Mengambil pelajaran dari alam untuk memahami perilaku manusia dan masyarakat terhadap lingkungan alam. Salah satu dasar pokok adat etnis Minangkabau adalah tata aturan pemanfaatan lahan tanah, yang biasa dijadikan acuan masyarakat Minang dalam mengatur tata letak perkampungannya. Berbagai kondisi kontur alam, semua lahan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Masyarakat Minang mampu merencanakan dengan bijak; tidak ada tanah yang sia sia walau bagaimanapun keadaannya. Semua tipe tanah dapat dimanfaatkan dengan baik berdasarkan keadaan yang ada. Tanah di lereng tanami padi, tanah tunggang ditanami bambu, tanah datar dijadikan kebun, tanah basah dijadikan sawah, tanah padat untuk perumahan, tanah tinggi dijadikan kuburan, tanah berlubuk jadikan tambak ikan, tanah padat tempat gembala, tanah berlumpur dijadikan kubangan kerbau, tanah berawa tempat itik berenang. Semua diatur dengan kecerdasan lokal yang dalam. Analogi kondisi alam tersebut melahirkan pepatah, “Pergi merantaulah anak muda dahulu, karena di rumah belum begitu dibutuhkan”. Merantau pergi jauh melintasi alam, gunung dan lembah, agar selamat di jalan sampai di tujuan, perlulah belajar dari alam, bisa membaca tanda-tanda alam, sebagaimana disampaikan. Jauh berjalan banyak dilihat, lama hidup banyak dirasa, jauh berlayar banyak bersua, jauh memandang banyak ditengok negeri orang dan adat budaya orang lain. Hamparan alam terkembang itulah tempat berguru, tempat kita tegak bertanya untuk membuka cakrawala hidup selaras dengan alam. Masyarakat Minang tidaklah lagi menjadi katak dalam tempurung atau burung dalam sangkar. Masyarakat Minang bagaikan berlayar yang selalu memperbaiki kapal, memendekkan perjalanan karena perjalanan masih sangat jauh, meluruskan perjalanan karena jalan berkelok dan berlubang dan penuh dengan onak dan duri. Konsep alam terkembang menjadi guru menjadikan alam sebagai guru dan sebagai sahabat sejati yang harus diposisikan pada tempat yang semestinya dan dijaga kelestariannya. Surat pertama dalam Alquran pada Nabi yang mulia ialah “Iqra” yang artinya membaca, diturunkan di Gua Hira yang berada di atas gunung batu yang tinggi. Tak ada buku yang akan dibaca di tempat itu, tetapi yang diperintahkan dibaca ialah ciptaan Allah berupa langit yang tinggi menjulang tanpa tiang, alam yang terbentang luas, gunung yang menjulang tinggi dan lautan yang tidak pernah tumpah. Alquran yang suci mengajarkan kepada manusia melalui ayat-ayat yang teratur dan sistematis itu agar manusia mau mempelajari, merenungi alam ini, mengambil perumpamaan, memahami ayat-ayat tanda kekuasaan Allah Swt untuk memperlakukan dengan cerdas seluruh isi alam semesta. Buku ini hadir untuk mengarahkan pada proses berguru pada alam agar dapat menemukan kecerdasan majemuk sehingga alam dapat berbalik memberikan kesejahteraan bagi seluruh manusia sebagai generasi sekarang dan yang akan datang. Mengimplementasikan kepedulian dan kecintaan kepada lingkungan melalui program Adiwiyata dan green campus atau eco campus sebagai tanda syukur atas keseimbangan, kelengkapan, dan keindahan alam semesta yang telah dianugerahkan oleh sang Pencipta sebagai cintanya kepada manusia. Buku ini sebagai penanda syukurku genap berusia 43 tahun, doaku mudah-mudahan panjang umur, sehat, bermanfaat, dan di saat waktuku tiba aku menemui khusnul khotimah. Kepergianku diiringi dengan senyum kepuasan atas dedikasiku kepada mereka. Orang tuaku, suamiku, anakku, mahasiswaku dan orang-orang di sekitarku yang pernah menerima pengabdianku mudah-mudahan senantiasa mengunjungi pusaraku dan menaburkan bunga doa untukku. Amiin ya robaal alamiin. Kepada mereka aku cukupkan untuk sampaikan terima kasih yang dalam, hanya kepada Allah aku serahkan agar mendapatkan balasan yang semulia-mulianya balasan.

Item Type: Book
Depositing User: Unnamed user with email bimoharyosetyoko@iainsalatiga.ac.id
Date Deposited: 02 May 2023 05:39
Last Modified: 02 May 2023 05:39
URI: http://e-repository.perpus.uinsalatiga.ac.id/id/eprint/16776

Actions (login required)

View Item View Item