Fauzi, Akhmad Masrur (2023) ANALISIS PUTUSAN MK NOMOR 56/PUU-XX/2022 TENTANG PENGISIAN KEANGGOTAAN MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI DARI UNSUR KOMISI YUDISIAL PERSPEKTIF ASAS NEMO JUDEX IDONEUS IN PROPRIA CAUSA DAN ASAS KEPASTIAN HUKUM (RECHTSZEKERHEID). Other thesis, IAIN SALATIGA.
Text
skripsi ozi final FIX FIX.pdf Download (2MB) |
|
Text
skripsi ozi final FIX FIX.pdf Download (2MB) |
|
Text
skripsi ozi final FIX FIX.pdf Download (2MB) |
|
Text
skripsi ozi final FIX FIX.pdf Download (2MB) |
Abstract
Mahkamah Konstitusi memiliki prinsip hukum yang bersifat umum untuk semua peradilan ataupun bersifat khusus sesuai karakter peradilan. Terdapat beberapa asas-asas hukum acara Mahkamah Konstitusi itu diantaranya: asas (i) Equality before the Law, (ii) Seluruh pemeriksaan persidangan pengadilan harus terbuka (umum) kecuali ditentukan undang-undang, (iii) Independen dan Imparsial, (iv) Peradilan cepat sederhana dan biaya ringan, (v) Audit et Alterm Partem, (vi) Keaktifan Hakim Mahkamah Konstitusi, (vii) Ius Curia Novit, (viii) Nemo Judex Idoneus In Propria Causa. Salah satunya yaitu asas Nemo Judex Idoneus In Propria Causa yang memiliki makna bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menjadi hakim dalam perkaranya sendiri. Asas ini termasuk asas hukum beracara Mahkamah Konstitusi yang dipakai dalam proses peradilan di Indonesia. Namun pada Putusan MK Nomor 56/PUU-XX/2022 peneliti merasa Mahkamah Konstitusi telah menciderai asas tersebut, sehingga perlu dipertanyakan mengenai kepastian hukum dari putusan tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat kualitatif deskriptif, dengan menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif. Sumber hukum primer dalam penelitian ini adalah Putusan MK Nomor 56/PUU-XX/2022. Sedangkan, sumber hukum sekunder penelitian ini adalah undang-undang atau peraturan yang terkait, maupun buku, jurnal, atau karya ilmiah hasil penelitian dan penelitian ahli. Hasil penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 56/PUU-XX/2022 tersebut terbukti mengesampingkan asas nemo judex idoneus in propria causa. Namun penerapan asas hukum (rechtsbeginselen) tertentu tidak harus mengikat hakim dalam memutus suatu perkara, apabila dalam memeriksa perkara tersebut hakim dihadapkan pada pilihan asas-asas yang akan diterapkan, Hakim bebas memilih berdasarkan keyakinan hukumnya tentang asas-asas mana yang akan ia terapkan untuk perkara yang ia tangani. Dengan dikabulkannya permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan bahwa Pasal 27A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6554) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “1 (satu) orang anggota Komisi Yudisial” tidak dimaknai “1 (orang) dari unsur tokoh masyarakat yang memiliki integritas tinggi yang memahami hukum dan konstitusi serta tidak menjadi anggota dari partai politik manapun”, telah menjadi bukti adanya kepastian hukum yang diberikan oleh hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutuskan perkara No. 56/PUU-XX/2022.
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Subjects: | Ilmu Ekonomi,Politik, Sosial, Budaya dan Pertahanan Negera |
Depositing User: | Unnamed user with email bimoharyosetyoko@iainsalatiga.ac.id |
Date Deposited: | 01 Nov 2023 03:34 |
Last Modified: | 01 Nov 2023 03:34 |
URI: | http://e-repository.perpus.uinsalatiga.ac.id/id/eprint/18897 |
Actions (login required)
View Item |