Mayasari, Fil (2025) ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 135/PUU-XXII/2024 TENTANG PEMISAHAN PENYELENGGARAAN PEMILU PERSPEKTIK HUKUM PROGRESIF. Other thesis, IAIN SALATIGA.
|
Text
FIL MAYASARI-33030210140-III,IV.pdf Download (1MB) |
|
|
Text
FIL MAYASARI-33030210140-III,IV.pdf Download (1MB) |
|
|
Text
FIL MAYASARI-33030210140-III,IV.pdf Download (1MB) |
|
|
Text
FIL MAYASARI-33030210140-III,IV.pdf Download (1MB) |
|
|
Text
FIL MAYASARI-33030210140-III,IV.pdf Download (1MB) |
Abstract
Pemilihan umum (Pemilu) adalah instrumen fundamental perwujudan kedaulatan rakyat dan legitimasi demokrasi di Indonesia, sehingga integritas penyelenggaraannya sangat krusial. Dinamika konstitusi di Indonesia sering diwarnai intervensi yudisial, terutama Putusan MK yang berdampak pada sistem pemilu. Sebelumnya, Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 mewajibkan pemilu serentak 5 kotak yang menjadi landasan pemilu tahun 2019 dan 2024. Namun belum lama direalisasikan, terbitlah Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang justru membuka ruang pemisahan penyelenggaraan pemilu. Perbedaan desain penyelenggaraan pemilu ini menimbulkan polemik dan menjadi menarik untuk dikaji, khususnya dari perspektif Hukum Progresif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan penyelenggaraan pemilu dalam perspektif Hukum Progresif. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan studi pustaka (library research) sebagai teknik pengumulan datanya. Data primer dalam penelitian ini ialah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 dan teori Hukum Progresif Satjipto Rahardjo sebagai kerangka analisis utama, dan data sekundernya berasal dari buku-buku, jurnal, dokumen dan lain sebagainya yang relevan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, 1) Putusan MK No.135/PUU-XXII/2024 mengamanatkan memisahkan penyelenggaraan pemilu kedalam dua tahapan. Tahapan pertama yaitu pemilu nasional yaitu untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR, dan DPD, kemudian tahapan kedua dilaksanakan pemilu daerah yaitu untuk memilih Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD Provinsi/Kab/Kota dengan jarak 2-2,5 tahun setelah pemilu nasional. 2) Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 merupakan manifestasi konkret dari prinsip-prinsip hukum progresif. Putusan ini menempatkan korban jiwa dan beban kerja ekstrem petugas pemilu sebagai tolak ukur konstitusionalitas norma, hal ini sejalan dengan prinsip hukum progresif hukum melayani manusia, berorientasi pada keadilan substantif, menolak status quo pemilu serentak lima kotak karena menimbulkan masalah sistematik, berwatak membebaskan penyelenggara, pemilih, dan parpol, serta mengakui bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh sistem yang harus direformasi. Mahkamah memandang hukum sebagai entitas dinamis dengan memberikan pedoman untuk revisi undang-undang dan penjadwalan pemilu baru demi menjamin kualitas demokrasi yang lebih baik.
| Item Type: | Thesis (Other) |
|---|---|
| Subjects: | Ilmu Ekonomi,Politik, Sosial, Budaya dan Pertahanan Negera |
| Depositing User: | Unnamed user with email bimoharyosetyoko@iainsalatiga.ac.id |
| Date Deposited: | 28 Oct 2025 22:24 |
| Last Modified: | 28 Oct 2025 22:24 |
| URI: | http://e-repository.perpus.uinsalatiga.ac.id/id/eprint/26044 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |
