Kuswaya, Adang (2022) Pencegahan Islamophobia: Menelusur Pembelajaran Unggul Islam Wasathiyyah Menuju Perguruan Tinggi Rujukan Islam Indonesia.
Text
dummy book file lap. penelitian Islamophobia.docx.pdf Download (4MB) |
Abstract
Buku ini hasil penelitian di tiga negara Portugal, Spanyol dan Maroko. Menjawab tiga masalah utama pertama, Apakah yang menjadi akar-akar persoalan dari Islamophobia? Kedua, Bagaimana penelusuran Islamophobia? Dan ketiga, Mengapa wasatiyah Islam menjadi solusi dalam pencegahan Islamophobia. Riset ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Setelah pengambilan data primer dari lapangan dilakukan kemudian diolah dengan dukungan library research. Hasil penelitian mengungkap bahwa islamophobia muncul karena beberapa asumsi yang keliru. Pertama, menganggap bahwa Islam itu adalah agama yang tunggal, satu dan agama yang kurang lebih sama saja dimanapun. Kedua, Islam dianggap agama yang tidak bisa beradaptasi dengan modernitas. Ketiga, menurut para Islamophob Islam dianggap sebagai agama yang tidak mewarisi nilai-nilai luhur kemanusiaan. Keempat, Islamophobia menganggap bahwa Islam itu agama yang barbar, kuno, irasional, agama yang menindas perempuan. Islamophob menganggap Islam sebagai agama kekerasan dan agama terorisme. Hal itu asumsi yang sangat fatal meskipun inilah yang dijual terus menerus. Faktanya dalam tradisi agama lain juga seperti di Ruwanda mereka bukan muslim. Bahkan, banyak literatur tentang pembantaian Hutu Tutsi di Afrika itu berdasarkan pada ideologi Kristiani. Di Myanmar, suporter utamanya adalah para biksu yang dipimpin oleh Ahsin Wiratu. Umat Hindu di Kashmir dan di India terus menerus memarginalkan dan bahkan menindas umat Islam. Untuk waktu yang cukup lama teroris terbesar di Eropa adalah IRA, kelompok teroris di Irlandia Utara yang basis ideologinya adalah Katholik. Tentu saja jangan lupa di negara tetangga, di Kambodia pernah ada satu pembantaian atau genosida yang dipimpin oleh seseorang yang bernama Polpot yang jutaan orang meninggal. Tetapi kenapa kekerasan terorisme, keterbelakangan, barbarism, anti perempuan itu disematkan hanya seperti pada umat Islam. Jawabannya adalah karena proyek Islamophobia. Penting dicatat bahwa Islamophobia terutama di negara-negara Barat seperti di Eropa dan Amerika, sekarang sudah menjadi industri. Peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat (AS), berimbas terhadap umat Islam di seluruh dunia, tak terkecuali di Portugal. Harmonisasi terusik. Hal itu bukan disebabkan pembatasan-pembatasan dari pemerintah, melainkan dari sikap sebagian warga setempat yang mengaitkan Islam dengan kekerasan. Sebuah kolom dalam surat kabar The Public agaknya bisa mewakili suasana Islamofobia yang sedang melanda. Tulisan Dr Miguel Sousa Tavares, cendekiawan setempat, misalnya, memuat judul yang dinilai provokatif; Islam, Terror and Lies. Islam yang sebenarnya tokoh lainnya tak jarang mengeluarkan pernyataan yang mengarah pada intoleransi. Awal tahun 2009, seorang pemimpin agama di Lisabon sempat memicu kontroversi baru atas komentarnya terkait perkawinan antara Muslim dan non-Muslim. Dia menyarankan agar wanita non-Muslim berpikir dua kali sebelum menikah dengan pria Muslim. Sejumlah kelompok hak asasi manusia memberikan kecaman. Mereka menilai pernyataan itu tidak sejalan dengan semangat toleransi antarumat beragama yang sedang terus dibina. Di Spanyol kontemporer telah tumbuh dan berkembang Maurophobia (kebencian terhadap orang Maroko) dan Islamophobia. Di Spanyol, Muslim telah dianggap sebagai musuh domestik utama dari abad ke-8, mulai dari kedatangan mereka di Semenanjung Iberia, hingga 1492, diikuti dengan kejahatan Reconquista dan Inkuisisi; selama ratusan tahun konfrontasi antara Kekaisaran Spanyol dan Kekaisaran Ottoman atas nama Kekristenan, hingga Pertempuran Lepanto pada tahun 1591. Selama tiga abad berikutnya perang dengan para bajak laut Muslim di Mediterania, sampai Perjanjian Perdamaian Spanyol dengan Tunis pada 1791; dan selama dua abad terakhir, yang telah dibumbui konflik dengan Maroko. Penyebab utama konflik antara Spanyol dan tetangga selatannya berasal dari wilayah yang diduduki Spanyol di Afrika Utara dan gesekan yang tak terhindarkan antara dua tetangga yang dipisahkan oleh salah satu kesenjangan politik dan budaya terluas dan pendapatan per kapita (10: 1). Dalam laporan kuartal terakhir pada periode Oktober-Desember 2018, Observatory of Islamophobia di Media Spanyol menganalisis artikel yang ditulis oleh wartawan Spanyol dan dua surat kabar terbesar Spanyol, El País dan La Razón, dan dua kantor berita terbesar, EFE dan Europa Press, dalam edisi digital mereka. Dengan delapan istilah (Islam, Muslim, Jihad, Jihad, Jihad, Islam, Islam, Islamofobia) dan delapan indikator oleh Runnymede Trust (berdasarkan efek artikel), para peneliti telah menyimpulkan bahwa hampir satu dari setiap empat berita artikel tentang Islam yang diterbitkan di Spanyol masih mengandung Islamofobia. Tingkat Islamofobia lebih mencolok pada agensi daripada di surat kabar, dan artikel berita daripada opini, dan membengkak dalam pers konservatif (La Razon) dan meningkat dalam berita dan / atau gambar terkait dengan merujuk pada istilah radikalisasi, terorisme, kerudung, pengungsi dan wanita. Islam wasatiyah menjadi solusi dalam pencegahan Islamophobia. Pengalaman Islam wasathiyah di dua negara. Di Maroko Islam Wasathiyah berkembang karena negara hadir untuk mewujudkan Islam wasatiyah. Pertama, Islam moderat Maroko menjadi Model dan melakukan Dialog Intercultural. Maroko merupakan negara Arab-Muslim tetapi sangat moderat dan sangat terbuka untuk negara-negara lain di dunia. Kedua, Peran positif dalam konflik Arab- Israel. Maroko adalah tanah toleransi, kedamaian dan koeksistensi. Raja Hassan II menggambarkannya sebagai pohon yang akarnya di Afrika, batangnya di Maroko, cabang sampingnya di Timur Tengah dan dedaunan teratasnya di Eropa. Ketiga, Maroko telah melakukan kekuasaan religius Raja. Di Maroko, kaum Islamis frustrasi oleh peran dominan lama dari monarki konservatif dalam urusan agama, dilambangkan dengan tindakan kesetiaan tahunan, bey'a. Keempat, Manajemen bidang agama yang Proaktif. Kelima, Kebijakan migrasi. Hingga saat ini, Maroko adalah satu-satunya negara Arab yang memiliki kebijakan migrasi yang jelas dan progresif. Pengalaman Islam wasatiyah di Indonesia berdasar Deklarasi Bogor 2018 ditegaskan, menguatkan paradigma wasatiyyat lslam sebagai ajaran Islam yang meliputi 7 (tujuh) nilai utama yaitu: tawassut, posisi di jalan tengah dan lurus; i'tidal, berperilaku proporsional dan adil dengan tanggung jawab. Tasamuh, mengenali dan menghormati perbedaan dalam semua aspek kehidupan. Syura, mengedepankan konsultasi dan menyelesaikan masalah melalui musyawarah untuk mencapai konsensus. Islah, terlibat dalam tindakan yang reformatif dan konstruktif untuk kebaikan bersama. Qudwah, merintis inisiatif mulia dan memimpin umat untuk kesejahteraan manusia. Muwatonah, mengakui negara bangsa dan menghormati kewarganegaraan.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | Agama > Pendidikan dan pemikiran Islam |
Divisions: | Fakultas Ushuludin, Adab dan Humaniora > Ilmu Alqur'an dan Tafsir |
Depositing User: | Unnamed user with email bimoharyosetyoko@iainsalatiga.ac.id |
Date Deposited: | 22 Oct 2022 23:31 |
Last Modified: | 22 Oct 2022 23:31 |
URI: | http://e-repository.perpus.uinsalatiga.ac.id/id/eprint/15099 |
Actions (login required)
View Item |