KEBIJAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA: Regulasi, Konsepsi, dan Implementasi

Rokhmiyati, Sri (2025) KEBIJAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA: Regulasi, Konsepsi, dan Implementasi. UNSPECIFIED.

[img] Text
Buku Bunga Rampai Kebijakan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.pdf

Download (7MB)
[img] Text
Buku Bunga Rampai Kebijakan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.pdf

Download (7MB)
[img] Text
Buku Bunga Rampai Kebijakan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.pdf

Download (7MB)
[img] Text
Buku Bunga Rampai Kebijakan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.pdf

Download (7MB)

Abstract

Minimal terdapat tiga paradigma yang tercermin dalam buku yang berjudul ‘’Kebijakan Pendidikan Agama Islam di Indonesia: Regulasi, Konsepsi, dan Implementasi”. Pertama, Pendidikan Agama Islam di Indonesia harus dimuarakan dan diberangkatkan dengan Kebijakan Nasional yang bersumber pada falsafah Pancasila. Falsafah Pancasila yang termuat dalam kelima sila Pancasila sangat relevan kapanpun dan dimanapun karena nilai-nilainya bersifat universal sehingga bisa menjadi payung normatif, filosofis, maupun praktis dalam konteks pendidikan termasuk dalam merumuskan Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia. Perlu dicatat bahwa falsafat Pancasila yang tercermin dalam kelima sila Pancasila bukanlah tujuan melainkan sebagai instrumen dalam mengukuhkan dan menjamin terselenggaranya pendidikan Islam yang beradab dan berkualitas. Perlu ditegaskan bahwa kebijakan pendidikan yang bersumber pada falsafah Pancasila tidak akan tereduksi oleh nilai-nilai materialistik sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju yang abai terhadap nilai-nilai universal yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan. Kebijakan Pendidikan Islam yang dimuarakan dan diberangkatkan berdasar falsafah Pancasila dapat menjamin terselenggaranya pendidikan yang beradab dan berkualitas karena beberapa argumen. Pertama, Pancasila adalah dasar negara, ideologi, dan falsafah bangsa sebagaimana ditegaskan ulang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No.20 Tahun 2003). Pada Pasal 2 Undang-Undang tersebut ditegaskan bahwa pendidikan di Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Artinya, seluruh kebijakan, termasuk pendidikan Islam, harus berakar dan berorientasi pada nilai-nilai Pancasila. Kedua, nilai-nilai dalam Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan) adalah refleksi nilai-nilai universal yang juga sejalan dengan ajaran Islam. Pendidikan Islam yang mengedepankan iman, akhlak mulia, dan kompetensi, sangat selaras dengan nilai-nilai Pancasila tersebut. Ketiga, filsafat Pancasila menekankan aspek integral (pembentukan manusia seutuhnya, individu dan sosial), aspek etis (menjunjung kebebasan yang bertanggung jawab), dan religius (nilai Ketuhanan dan penghormatan pada martabat manusia). Semua ini menjadi fondasi pengembangan karakter peserta didik, khususnya dalam pendidikan Islam yang juga menekankan nilai moral dan spiritual. Terakhir, integrasi Pancasila sebagai pilar pendidikan Islam tidak menegasikan nilai-nilai keislaman, melainkan memberikan ruang untuk inklusivitas, toleransi, dan penghormatan terhadap keberagaman dalam kehidupan berbangsa. Pendidikan Islam didorong untuk tetap menjaga identitas keislaman dengan tetap mengedepankan nilai negara kesatuan, persatuan, dan kemanusiaan sebagaimana digariskan dalam Pancasila. Kedua, metodologi pendidikan Islam di Indonesia harus berpijak pada kepribadian dan budaya bangsa yang asah, asih, dan asuh. Konsep tersebut sangat relevan dengan Hadits Rasululloh yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Anas bin Malik. Sabda Rasululloh ‘’Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua’’. Pesan ini merujuk pada seseorang yang tidak mengikuti cara hidup, kebiasaan, dan akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Ini bukan berarti seseorang keluar dari Islam, melainkan bahwa ia belum sepenuhnya mengamalkan ajaran Islam secara utuh, khususnya dalam hal adab dan akhlak sosial. Menyayangi yang muda adalah bentuk kasih sayang dan kepedulian, serta menunjukkan kesabaran dan bimbingan. Ini bisa diwujudkan dengan memberi nasihat yang baik, melindunginya, dan tidak meremehkan mereka. Menghormati yang tua merupakan bentuk pengakuan terhadap pengalaman, ilmu, dan jasa mereka. Ini mencakup bersikap santun, mendengarkan nasihat mereka, dan menghargai kedudukan mereka dalam masyarakat. Hadis ini menekankan pentingnya keseimbangan dalam hubungan sosial, di mana terdapat rasa saling menghormati dan menyayangi antara semua generasi, sebagai bagian dari kesempurnaan ajaran Islam. Sangat disayangkan bahwa metodologi pendidikan Islam di Indonesia belum sepenuhnya dimuarakan dan diberangkatkan dari nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsa, karena terikat dengan sistem pendidikan nasional yang kadang-kadang silau dengan kemajuan pendidikan di negara- negara maju. Metodologi pendidikan yang diinisiasi oleh tokoh-tokoh bangsa seperti Ki Hajar Dewantara, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari dan tokoh-tokoh pendidkan terkemuka Indonesia lainnya belum tereksplorasi secara mendalam dan direaktualisasi menjadi pilar dasar metodologi pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh dependensi yang berlebihan pada sistem pendidikan global yang boleh jadi kurang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hal tersebut tercermin dalam berbagai kurikulum yang diterapkan di Indonesia yang belum sepenuhnya dimuarakan dan diberangkatkan dari kepribadian dan budaya bangsa Indonesia. Sebut saja diantaranya Deep Learning, Kurikulum Merdeka, Outcome Based Curriculum, Competency Based Curriculum dan sebagainya. Apakah nama-nama kurikulum di atas benar-benar berakar pada nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsa? Ketiga, praktik pendidikan di Indonesia harus mengedepankan dan mengutamakan penguatan moralitas, etika, atau akhlaq dalam ajaran Islam. Bahkan misi Rasuululloh yang paling utama adalah ‘’liutammima makaarimal akhlaq’’. Dalam ta’lim, ajaran Islam menekankan pentingnya memiliki adab atau etika yang baik sebelum seseorang mempelajari ilmu. Secara perenialis ‘’Wasita’’ Jilid II No. 1-2 halaman 21 yang terbit Juli-Agustus 1930, Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya menuntun tubuh-kembangnya peserta didik sesuai dengan kodratnya agar dapat memperbaiki perilakuknya. Pendidikan di China memilih being Confucianist first before being smart. Pendidikan di Jepang juga lebih menekankan penanaman karakter dulu sebelum peserta didik cerdas secara keilmuan. Oleh sebab itu, konsep pendidikan materialistik yang lebih mengutamakan kecerdasan intelijensia selayaknya ditakar ulang sebelum hasil pendidikan menjadi semakin rapuh sebagaimana terjadi di Amerika. Mengutip tulisan George R. Knight dalam bukunya ‘’Beragam Isu dan Alternatif dalam Filsafat Pendidikan’’ terdapat paradoks dalam pendidikan di Amerika. Di satu sisi, bangsa Amerika aktif dalam menemukan taknik-teknik baru dalam bidang travelling, komunikasi, penyembuhan, dan sanitasi tetapi di sisi lain juga menciptakan teknik-teknik baru dalam pembunuhan dan kematian. Secara simultan buku ‘’Kebijakan Pendidikan Agama Islam di Indonesia: Regulasi, Konsepsi, dan Implementasi”, akan menuntun anda untuk mengkaji tiga hal. Pertama, menemukan konsep Pendidikan Islam di Indonesia yang lebih komprehensif. Kedua, memilah dan memilih metodologi yang tepat guna dalam proses pendididikan Islam, dan ketiga fokus dalam pendidikan etika (dalam bahasa Yunani), moral (dalam bahasa Latin), atau Akhlaq dalam dirasah Islamiyah.

Item Type: Book
Subjects: Ilmu Ekonomi,Politik, Sosial, Budaya dan Pertahanan Negera > Ilmu Pendidikan
Depositing User: Unnamed user with email bimoharyosetyoko@iainsalatiga.ac.id
Date Deposited: 15 Nov 2025 21:58
Last Modified: 15 Nov 2025 21:58
URI: http://e-repository.perpus.uinsalatiga.ac.id/id/eprint/26423

Actions (login required)

View Item View Item