Ridwan, Benny (2018) MUSHALLA, GEREJA, DAN VIHARA: Penguatan Pemahaman dan Perilaku Kerukunan Antarumat Beragama Di Kota Salatiga Dan Manado. Project Report. LP2M IAIN SALATIGA.
Text
mushola dan gereja...pdf Download (474kB) |
Abstract
Adanya asumsi dasar bahwa nilai agama berperan dalam terciptanya kerukunan, menimbulkan pertanyaan baru yang akan dijawab melalui penelitian ini. Bagaimana pemahaman, perilaku, dan proses penguatan pemahaman dan perilaku kerukunan beragama masyarakat Salatiga dan Manado sebagai masyarakat yang multireligius? Kerukunan tercipta karena adanya harmoni dalam interaksi antar kelompok yang terlibat.Wilayah di Indonesia yang berhasil mewujudkan kerukunan antar umat beragama dan menekan potensi konflik rasial adalah Salatiga dan Manado. Salatiga dipilih dengan pertimbangan bahwa masyarakatnya berpendidikan dan memeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, tapi kepercayaan mereka akan adanya kearifan lokal tetap berdampingan dengan keyakinan agama. Manado merupakan ibukota provinsi Sulawesi Utara, dimana mayoritas masyarakatnya memeluk agama Kristen dengan ras Minahasa tetapi dapat hidup damai dan berdampingan dengan masyarakat minoritas yang memeluk agama lain. Pemuka agama di Salatiga dan Manado memiliki peran dalam lembaganya, baik gereja, masjid, vihara, dalam penyampaian khutbahnya menganjurkan untuk hidup berdampingan, menghargai agama lain, dan saling menghormati dalam menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Selain itu, para penganut agama juga melakukan kegiatan anjang sana ke tempat-tempat ibadah pemeluk agama lain. Saling menjaga tempat ibadah juga penting dilakukan agar pemeluk agama yang sedang merayakan hari besar dapat melakukannya dengan khusyu‘. Mimbar religi juga digunakan sebagai tempat menyemai kerukunan. Mimbar religi semakin perlu untuk difungsikan, diperluaskan jangkaun aktifitas dan pelayanannya serta ditangani dengan organisasi dan manajemen yang baik. Peningkatan kualitas ceramah di tempat ibadah perlu diperhatikan, karena dari sinilah firman Tuhan disampaikan oleh pendakwah kepada jamaah. Upaya penguatan pemahaman dan perilaku toleransi dilakukan juga melalui lembaga pendidikan. Masyarakat kelas bawah juga diajak mewujudkan perilaku toleran dalam kehidupan. Relasi intimistik di antara kelas-kelas sosial perlu diwujudkan, mulai dari kelas atas, menengah dan rakyat jelata. Relasi intimistik ini akan mampu mewujudkan keakraban dan saling jaga, saling bantu dan saling menghargai. Membuat public space untuk memfasilitasi relasi intimistik antar seluruh elemen masyarakat. Penguatan toleransi bagi anak muda juga perlu dilakukan melalui kegiatan ormas keagamaan yang berbentuk dialog, festival, kegiatan bersama dan kunjungan tempat ibadah. Pendekatan kelembagaan dipandang lebih efektif untuk memfasilitasi komunikasi antara kelompok masyarakat, agama, atau etnis. Pendekatan kelembagaan dipandang efektif karena lebih mengedepankan rasionalitas dan kebijaksanaan. Toleransi dalam bentuk kepedulian juga dikembangkan dalam wujud layanan kesehatan.
Item Type: | Monograph (Project Report) |
---|---|
Subjects: | Agama |
Divisions: | Fakultas Ushuludin, Adab dan Humaniora |
Depositing User: | Unnamed user with email bimoharyosetyoko@iainsalatiga.ac.id |
Date Deposited: | 28 May 2019 06:14 |
Last Modified: | 02 Jul 2020 06:56 |
URI: | http://e-repository.perpus.uinsalatiga.ac.id/id/eprint/5661 |
Actions (login required)
View Item |